By : S. Asadullah (Mudir Ma’had Al-Ihsan Baron)

Allah SWT berfirman:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّـكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim 14: Ayat 7)

Pelajaran yang bisa dipahami dari ayat tersebut, diantaranya :
1. Bersyukur adalah kewajiban
Syukur secara bahasa berarti :

الثناء على المحسِن بما أَوْلاكَهُ من المعروف

“Syukur adalah pujian bagi orang yang memberikan kebaikan, atas kebaikannya tersebut” (Lihat Ash Shahhah Fil Lughah karya Al Jauhari). Syukur bisa juga berarti : الظهور (menunjukkan/menampakkan).

Dalam Tafsir al-Qurthubi disebutkan :

الشكر فهو في اللغة الظهور

“Syukur secara bahasa artinya الظهور (menunjukkan/menampakkan)”. Bersyukur merupakan kewajiban seorang mukmin. Kewajiban tersebut nampak dengan adanya ancaman bagi orang yang mengkufuri nikmat Allah SWT. Mereka akan disiksa dengan siksaan yang pedih. Syukur adalah sikap hidup seorang mukmin, ketika diberi nikmat oleh Allah SWT, baik sedikit atau banyak. Ia tidak akan menutupi setiap pemberian dan nikmat dari-Nya.

Ibnul Qayyim al-Jauziyah menjelaskan :

الشكر ظهور أثر نعمة الله على لسان عبده: ثناء واعترافا، وعلى قلبه شهودا ومحبة، وعلى جوارحه انقيادا وطاعة

“Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah”_ (Madarijus Salikin, 2/244).

Rasa syukur ditunjukkan dengan ketundukan dan kepatuhan diri kepada Allah SWT, terikatnya diri kita pada hukum dan aturan-Nya. Kita juga mempergunakan apa yang diberi-Nya untuk melaksanakan perintah-Nya. Kita pergunakan tangan kita untuk membantu dan menolong orang lain dalam kebaikan dan ketakwaan. Sesuai dengan firman Allah SWT :

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰى ۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 2)

Begitu pula lisan kita yang didapatkan dari Allah SWT secara gratis, digunakan untuk melafalkan firman-Nya, memberikan nasehat dalam kebaikan, dan sebagainya. Juga anggota tubuh lainnya dipergunakan untuk melaksanakan ketaatan dan mencegah dari segala kemaksiatan.

2. Bersyukur menambah nikmat.
Para ulama berbeda pendapat tentang apa yang bertambah. Dalam Tafsir al-Qurthubi dijelaskan :

لئن شكرتم لأزيدنكم أي لئن شكرتم إنعامي لأزيدنكم من فضلي .

… Aku akan menambahkan keutamaanKu…”

الحسن : لئن شكرتم نعمتي لأزيدنكم من طاعتي .

Imam al-Hasan berkata, “…pasti Aku tambahkan ketaatan pada-Ku…”

ابن عباس : لئن وحدتم وأطعتم لأزيدنكم من الثواب ، والمعنى متقارب في هذه الأقوال ; [ ] والآية نص في أن الشكر سبب المزيد

Ibnu Abbas berkata, _”…Pasti Aku tambahkan pahala. Makna-makna ini memiliki arti yang berdekatan. Artinya, bersyukur menjadi sebab bertambahnya nikmat Allah SWT.” Seseorang yang bersyukur pasti akan bertambah ketaatannya karena adanya kesadaran akan nikmat Allah SWT pada dirinya. Begitu pula ketika seseorang bertambah ketaatannya, pasti juga akan bertambah pahala yang diterimanya.

3. Kufur nikmat beroleh siksa
Kisah Qarun yang mengingkari nikmat Allah SWT menjadi pelajaran penting bagi kita agar kita tidak lupa akan segala nikmat-Nya. Harta melimpah yang ia dapatkan menjadikannya kufur atas nikmat Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

قَالَ اِنَّمَاۤ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ عِنْدِيْ ۗ اَوَلَمْ يَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ قَدْ اَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهٖ مِنَ الْقُرُوْنِ مَنْ هُوَ اَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَّاَكْثَرُ جَمْعًا ۗ وَلَا يُسْـئَلُ عَنْ ذُنُوْبِهِمُ الْمُجْرِمُوْنَ

“Dia (Qarun) berkata, Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku. Tidakkah dia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka.”(QS. Al-Qashas 28: Ayat 78) Akhirnya, Allah membenamkan Qarun di perut bumi beserta harta dan rumahnya yang selalu dibanggakannya dan yang menjadikannya kufur dan tidak bersyukur.

Mudah-mudahan kita termasuk orang mukmin yang pandai beryukur. Bukankah Rasulullah SAW telah memberikan contoh pada diri kita, sebagaimana diriwayatkan dari Ibunda ‘Aisyah ra.,

كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ، إذا صلَّى ، قام حتى تفطَّر رجلاه . قالت عائشةُ : يا رسولَ اللهِ ! أتصنعُ هذا ، وقد غُفِر لك ما تقدَّم من ذنبك وما تأخَّرَ ؟ فقال ” يا عائشةُ ! أفلا أكونُ عبدًا شكورًا

“Rasulullah SAW biasanya jika beliau shalat, beliau berdiri sangat lama hingga kakinya mengeras kulitnya. ‘Aisyah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau sampai demikian? Bukankan dosa-dosamu telah diampuni, baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Rasulullah bersabda: _‘Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?’”_ (HR. Bukhari no. 1130, Muslim no. 2820).
_WalLahu a’lam_

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *