By : S. Asadullah (Mudir Ma’had Al-Ihsan Baron)

Allah SWT berfirman:

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَاۤ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 208) Pelajaran yang bisa dipahami dari ayat tersebut diantaranya :
1. Berislam kaffah merupakan konsekuensi keimanan.

Hal ini seperti disebutkan pada sabab al-nuzûl ayat ini berkaitan dengan masuk Islamnya seorang Ahlul Kitab Yahudi Bani Nadhir bernama Abdulah bin Salam dan teman-temannya. Namun setelah memeluk Islam, ia tetap menganggap mulia hari sabtu dan tidak mau memakan daging unta. Lalu turunlah ayat ini sebagai jawabannya (Tafsir al-Baghawi, I/240). Artinya, ketika seseorang telah menyatakan keimanannya, maka ia juga harus sanggup menerima konsekuensinya.

Dalam peristiwa sabab al-nuzul tersebut, Abdullah bin Salam dan yang lainnya harus meninggalkan seluruh ajaran dan syari’at agama sebelumnya. Tidak hanya dalam persoalan keimanan saja, namun juga aturan dan hukum syari’ah. Dalam satu riwayat disebutkan :

وفي صحيح مسلم عن أبي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : والذي نفس محمد بيده لا يسمع بي أحد من هذه الأمة يهودي ولا نصراني ثم يموت ولم يؤمن بالذي أرسلت به إلا كان من أصحاب النار .

Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW, bersabda : “Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang mendengar tentang aku dari umat ini, baik kalangan Yahudi dan Nasrani kemudian dia mati sedangkan dia tidak beriman pada apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penduduk neraka”.

2. Kewajiban berislam secara kaffah (menyeluruh), bukan hanya sebagian (parsial) saja.

Imam al-Qurthubi menjelaskan :

السلم هنا بمعنى الإسلام

“… al-silmu disini artinya al-Islam (agama Islam), sedangkan arti kaffah adalah seluruhnya (جَمِيْعًا).” Allah SWT memerintahkan orang-orang mukmin masuk Islam secara menyeluruh, tidak boleh setengah-setengah atau sebagian. Islam kaffah maknanya adalah Islam secara menyeluruh dengan seluruh aspeknya yang berkaitan dengan urusan iman/keyakinan atau terkait dangan dengan akhlak, ibadah, atau mu’amalah, atau terkait dangan urusan pribadi, rumah tangga, masyarakat, negara, dan yang lainnya yang sudah diatur dalam Islam. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnu Katsir :

…أن يأخذوا بجميع عرى الإسلام وشرائعه والعمل بجميع أوامره وترك جميع زواجره ما استطاعوا من ذلك

“Allah SWT menyeru para hamba-Nya yang mengimani-Nya, serta membenarkan Rasul-Nya untuk mengambil seluruh ajaran dan syariah Islam, melaksanakan seluruh perintah-Nya, dan meninggalkan seluruh larangan-Nya sesuai dengan kemampuan mereka.”

Islam secara kaffah sudah pernah dipahami dan diamalkan oleh generasi terbaik umat ini, yaitu generasi para sahabat Nabi SAW, baik secara zhahir maupun secara batin. Secara zhahir tampak dalam berbagai amalan mereka, baik dalam urusan ibadah, akhlak, maupun muamalah.

Berislam kaffah adalah suatu kewajiban yang Allah SWT perintahkan kepada hamba-hamba-Nya. Ini merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh setiap individu mu’min bahwa dia harus menerapkan Islam secara kaffah, siapapun dia dan apapun profesi dan posisinya. Sebagaimana disebutkan dalam satu riwayat :

حديث عبد الله بن عمر رضي الله عنهما. ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: كللكم راع فمسؤل عن رعيته فالامير الذي على الناس راع وهو مسؤل عنهم. والرجل راع على اهل بيته وهو مسؤل عنهم. والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسؤلة عنهم. والعبد راع على مال سيده وهو مسؤل عنه، الا فكلكم راع و كللكم مسؤل عن رعيته

Hadits Abdullah bin Umar ra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir yang mengurus keadaan rakyat adalah pemimpin. Ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin terhadap keluarganya di rumahnya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya. Ia akan diminta pertanggungjawaban tentang hal mereka itu. Seorang hamba adalah pemimpin terhadap harta benda tuannya, ia akan diminta pertanggungjawaban tentang harta tuannya. Ketahuilah, kamu semua adalah pemimpin dan semua akan diminta pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)

Allah SWT mencela sikap orang Yahudi (Ahlul Kitab), yaitu ketika Allah turunkan kepada mereka Kitab-Nya, Allah mengutus kepada mereka Rasul-Nya, mereka tidak mau mengimani, menjalankan, dan mengamalkan syari’at yang Allah SWT turunkan secara kaffah. Allah SWT menyatakan tentang mereka:

اَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتٰبِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَآءُ مَنْ يَّفْعَلُ ذٰلِكَ مِنْکُمْ اِلَّا خِزْيٌ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۚ وَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ يُرَدُّوْنَ اِلٰۤى اَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ

“Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 85)

3. Larangan mengikuti langkah setan, karena setan musuh yang nyata bagi seorang mukmin.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan :

ولا تتبعوا خطوات الشيطان” أي اعملوا بالطاعات واجتنبوا ما يأمركم به الشيطان فـ “إنما يأمركم بالسوء والفحشاء وأن تقولوا على الله ما لا تعلمون” و “إنما يدعو حزبه ليكونوا من أصحاب السعير”

“… yakni lakukanlah ketaatan dan jauhilah apa yang diperintahkan setan.

Allah SWT berfirman:

اِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوْٓءِ وَالْفَحْشَآءِ وَاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

“Sesungguhnya (setan) itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 169)

Allah SWT juga berfirman :

اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَـكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا ۗ اِنَّمَا يَدْعُوْا حِزْبَهٗ لِيَكُوْنُوْا مِنْ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِ

“Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fatir 35: Ayat 6)

Kita tentu ingin menjadi seorang muslim yang sungguhan (baca: kaffah), yakni muslim yang mengamalkan ajaran-ajaran Islam di setiap aspek kehidupan. Seorang Muslim belum bisa disebut Muslim yang kaffah, jika ia belum menjalankan ajaran Islam di segala aspek kehidupannya. Dengan demikian, sebagai muslim yang kaffah, kita tidak boleh berhenti pada ucapan kalimat syahadat saja. Kita tidak boleh membeda-bedakan antara satu syari’at dengan syari’at yang lain. Memilih-milih sekehendak dan semau kita. Kalau dirasa menguntungkan atau mendatangkan maslahat dunia, kita lakukan. Namun kalau dianggap merugikan kepentingan duniawi, maka kita tinggalkan. Bahkan terkadang sampai membantah dan menentang hukum syari’at tersebut.

Islam dipisahkan dari kehidupan sehingga Islam hanya digunakan untuk memutuskan persoalan yang sifatnya privat/pribadi, sedangkan dalam masalah ekonomi, politik, sosial dan sebagainya, ajaran Islam diabaikan. Inilah salah satu ajakan dan langkah setan. Dalam Tafsir al-Baidhowi disebutkan :

ولا تتبعوا خطوات الشيطان} بالتفرق والتفريق)

“Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan, yaitu dengan membeda-bedakan dan memisahkan.” Mudah-mudahan kita termasuk muslim yang kaffah dan diberi kemampuan untuk menjauhi langkah-langkah setan, Amin Ya Robbal ‘Alamin

satu Respon

  1. Masa sekarang, maka kebanyakan adalah syaitan karena suka memilih dan memilah. Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari godaan syaitan. Aamiin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *