By : S. Asadullah (Mudir Ma’had Al Ihsan  Baron)

Allah SWT berfirman:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Katakanlah (Muhammad), Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 31)

Pelajaran yang bisa dipahami dari ayat tersebut, diantaranya :
1. Mencintai Allah SWT adalah kewajiban.
Secara bahasa arti mahabbah (cinta) sebagaimana diriwayatkan Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya :

قال ابن عرفة : المحبة عند العرب إرادة الشيء على قصد له

Ibnu Arafah berkata : “ Menurut orang Arab, cinta (al-mahabbah) adalah menghendaki sesuatu untuk meraihnya.”
Artinya, apabila seseorang mencintai sesuatu maka ia akan berupaya meraihnya. Ia akan melakukan apa saja agar meraih cintanya.

Mahabbah (cinta) kepada Allah SWT adalah suatu kewajiban bagi seorang mukmin. Syaikh al-Sa’dy menyatakan,

وهذه الآية فيها وجوب محبة الله، وعلاماتها، ونتيجتها، وثمراتها

“Dalam ayat ini terdapat kewajiban mahabbah (cinta) kepada Allah SWT, tanda-tandanya, hasil dan buahnya”. Mahabbah (cinta) kepada Allah SWT bukan hanya kewajiban, tapi juga kebutuhan kita sebagai seorang mukmin, Karena Allah SWT ialah Rabb, Sesembahan, Pelindung, Pengayom, Pengatur, Pemberi rezeki, dan Pemberi hidup dan matinya kita. Maka mencintai Allah SWT merupakan kesejukan hati, kehidupan jiwa, kebahagiaan sukma, hidangan batin, cahaya akal budi, penyejuk pandangan, dan pelipur perasaan bagi kita.

Cinta (mahabbah) kita kepada Allah akan membuat kita merasakan lezat dan manisnya iman. Dari Anas bin Malik ra. , dari Nabi SAW bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
….

“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) barangsiapa yang Allâh dan Rasûl-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, ….”(HR. Bukhari-Muslim)

Yahya Bin Mu’adz berkata :

عَفْوُهُ يَسْتَغْرِقُ الذُّنُوْبَ فَكَيْفَ رِضَوَانُهُ؟، وَرِضْوَانُهُ يَسْتَغْرِقُ الآمَالَ فَكَيْفَ حُبُّهُ؟، وَحُبُّهُ يُدْهِشُ الْعُقُوْلَ فَكَيْفَ وُدُّهُ؟، وَوُدُّهُ يُنْسِي مَا دُوْنَهُ فَكَيْفَ لُطْفُهُ؟

“Ampunan-Nya mencakup (menggugurkan) seluruh dosa, lalu bagaimana lagi dengan ridho-Nya? Ridho-Nya begitu mendominasi seluruh cita-cita dan harapan, lantas bagaimana dengan kecintaan-Nya? Kecintaan-Nya begitu mengagumkan akal pikiran, lalu bagaimana dengan kasih sayang-Nya? Kasih sayangnya begitu melupakan segala yang selainNya, lalu bagaimana dengan kelembutan-Nya?

Mahabbah (cinta) kepada Allah berarti kita mengutamakan segala sesuatu yang disenangi Allah di atas diri , jiwa dan harta benda kita. Allah SWT berfirman:

قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَآ ؤُكُمْ وَاَبْنَآ ؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَ اَمْوَالُ اِ قْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَ مَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَاۤ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَ جِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَ بَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖ ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ

“Katakanlah, Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah 9: Ayat 24)

2. Bukti cinta kepada Allah SWT dengan mengikuti perintah Nabi SAW.

وقال الأزهري : محبة العبد لله ورسوله طاعته لهما واتباعه أمرهما

Al-Azhari berkata, “Cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mentaati dan mengikuti perintah keduanya”. Ada ungkapan mengatakan :

” إنَّ المُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعٌ ”

“Orang yang mencintai tunduk kepada sang kekasih yang dicintainya.” Cinta yang hampa dari sikap ketundukan dan kerendahan hati, sesungguhnya hanyalah pengakuan cinta yang tidak bermutu. Sama seperti orang yang mengaku dirinya cinta kepada Allah, tetapi tidak mau melaksanakan perintah-Nya dan tidak patuh kepada sunnah Nabi-Nya Muhammad SAW ; tidak meneladaninya dalam ucapan, perbuatan dan amal ibadah.

Tidak disebut cinta kepada Allah dan tidak pantas mengaku cinta kepada-Nya orang yang tidak meneladani Rasulullah SAW. Terkadang kita mengaku cinta kepada Allah SWT, kita berdzikir dengan menyebut asma-Nya, tapi merasa berat bahkan tidak mau patuh dengan perintah Rasulullah SAW. Kita menyebut ajaran Nabi SAW sebagai ajaran yang tidak layak untuk dijalankan dan diterapkan saat ini sehingga lebih memilih untuk mengikuti hawa nafsu manusia. Akhirnya, dalam menjalankan syari’at Islam kita masih pilih-pilih untuk melaksanakannya. Kita bersikap seperti berhadapan dengan hidangan prasmanan, yang bisa dipilih sekehendak hati kita. Yang cocok dengan selera, kita ambil. Sedangkan kalau tidak sesuai selera, maka tidak kita pedulikan. Sikap seperti ini mirip dengan sikap orang munafik


yang hanya menghasilkan kerugian. Na’udzu billahi min dzalik. Allah SWT berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّعْبُدُ اللّٰهَ عَلٰى حَرْفٍ ۚ فَاِنْ اَصَابَهٗ خَيْرٌ اِطْمَاَنَّ بِهٖ ۚ وَاِنْ اَصَابَتْهُ فِتْنَةُ اِنقَلَبَ عَلٰى وَجْهِهٖ ۚ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةَ ۗ ذٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِيْنُ

“Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi, maka jika dia memperoleh kebajikan, dia merasa puas dan jika dia ditimpa suatu cobaan, dia berbalik ke belakang. Dia rugi di dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang nyata.”(QS. Al-Hajj 22: Ayat 11)

3. Balasan bagi orang yang mencintai Allah SWT, dicintai Allah SWT dan diampuni dosanya. Imam al-Qurthubi menyebutkan :

ومحبة الله للعباد إنعامه عليهم بالغفران
قال الله تعالى : إن الله لا يحب الكافرين ; أي لا يغفر لهم

“Mahabbah (cinta) Allah kepada seorang hamba adalah memberikan nikmat padanya dengan pengampunan. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah SWT tidak mencintai orang-orang kafir”, yakni tidak mengampuni mereka.”

Marilah kita jadikan ketaatan dan ittiba’ kepada Nabi Muhammad SAW, di seluruh aspek kehidupan kita sebagai bukti mahabbah (cinta) kita kepada Allah SWT. Ittiba’ kepada Rasulullah SAW akan menjadikan kita dicintai Allah SWT. Ketika Allah SWT telah mencintai hamba-Nya, maka Dia akan senantiasa memelihara hamba-Nya dari fitnah dunia, sebagaimana sabda Nabi SAW:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَحْمِي عَبْدَهُ الْمُؤْمِنَ مِنَ الدُّنْيَا وَهُوَ يُحِبُّهُ كَمَا تَحْمُونَ مَرِيضَكُمُ الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ تَخَافُونَ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya Allah akan menjaga hambaNya yang beriman dan Dia mencintaiNya, seperti kalian menjaga makanan dan minuman orang sakit (diantara) kalian, karena kalian takut pada (kematian)nya.” (HR. Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi). Orang yang dicintai Allah SWT juga akan diterima dan dicintai penghuni langit dan bumi.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ قَالَ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ قَالَ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ وَإِذَا أَبْغَضَ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَيَقُولُ إِنِّي أُبْغِضُ فُلَانًا فَأَبْغِضْهُ قَالَ فَيُبْغِضُهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي أَهْلِ السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ فُلَانًا فَأَبْغِضُوهُ قَالَ فَيُبْغِضُونَهُ ثُمَّ تُوضَعُ لَهُ الْبَغْضَاءُ فِي الْأَرْضِ

Dari Abu Hurairah ra. beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril dan berfirman, ‘Sesungguhnya aku mencintai fulan, maka cintailah dia.’”, Rasulullah selanjutnya bersabda, maka Jibril pun mencintainya, kemudian Jibril menyeru penduduk langit, “Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia”, maka para penghuni langit pun mencintainya, selanjutnya Rasulullah SAW bersabda, “dan kemudian di bumi diapun menjadi orang yang diterima”. Dan ketika Allah membenci seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril dan kemudian berfirman, “Sesungguhnya aku membenci si fulan, maka bencilah dia”, maka Jibril pun membenci si Fulan, kemudian Jibril menyeru penduduk langit, “sesungguhnya Allah membenci si fulan, maka bencilah dia”, Rasulullah SAW melanjutkan, “maka penduduk langitpun membenci fulan, kemudian diapun dibenci di bumi”. (HR. Muslim, dan begitu juga oleh Imam Bukhari, Malik, dan Imam Tirmidzi)

Mudah-mudahan kita termasuk hamba yang dicintai Allah SWT, sehingga kita akan dijaga oleh-Nya serta diterima dan dicintai penghuni bumi dan langit. Amin Ya Rabbal ‘Alamin

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *