Sebelum melanjutkan catatan harian saya tentang bisnis, ada baiknya kita memahami beberapa hal mendasar  terlebih dahulu tentang hukum asal perbuatan dan benda.

Pada hakikatnya hukum perbuatan manusia tidaklah bebas karena di dalam Islam tidak dikenal huriyatusy syakhsiyah (kebebasan dalam bertingkah laku), tetapi setiap perbuatan manusia harus dikaitkan dengan hukum syara’. Hal ini didasarkan kepada nash – nash syara’, diantaranya :

Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan. ( TQS Al-Hijr : 92-93)

Imam Qurtubi dalam kitab tafsirnya, beliau menjelaskan bahwa ayat ini berlaku umum untuk seluruh pertanyaan yang merupakan hisab bagi orang-orang kafir dan mukmin, kecuali orang-orang yang masuk surga tanpa hisab (lihat tafsir Qurtubi juz 12 halaman 258-260). Sementara Imam ats – Tsa’labi dalam kitab tafsirnya, beliau menjelaskan bahwa Allah SWT akan menanyai semua manusia di hari kiamat tentang perbuatan mereka di dunia (Tafsir ats – Tsa’labi juz 5 halaman 354).

Kalian tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an dan tidak mengerjakan suatu perbuatan, melainkan Kami menjadi saksi atas kalian di waktu kalian melakukannya. (TQS. Yunus :61)

Syeikh ‘Atha Abu ar-Rasytah menjelaskan bahwa makna ikhbar (berita) dari Allah SWT kepada HambaNya bahwa Allah SWT menyaksikan perbuatan mereka adalah Allah SWT akan menghisab dan meminta pertanggung jawaban amal perbuatan manusia.

Rasulullah Muhammad SAW juga bersabda diantaranya :

Barang siapa yang membuat buat suatu hukum (perkara) baru dalam urusan kami ini, maka perkara tersebut tertolak (T.HR Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Dari pemahaman terhadap dalil – dalil tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syara, sebagaimana dijelaskan dalam kaidah hukum syara’ :

Al-aslu fil af’al ath thoyidu bi ahkami syar’iy (asal perbuatan terikat hukum syara’).

Adapun hukum syara’ tersebut kita kenal dengan ahkamul khomsah, yakni Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, dan Haram. Hukum – hukum inilah yang selalu terkait dengan seluruh perbuatan manusia.

Benda berbeda dengan perbuatan sehingga tentu membawa konsekuensi hukum yang berbeda pula. Benda adalah sesuatu yang digunakan oleh manusia untuk melakukan perbuatan, sedangkan perbuatan adalah merupakan aktivitas yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang bisa jadi berhubungan dengan benda.

Adapun benda hukumnya hanya ada dua, yakni halal dan haram. Allah SWT berfirman :

Katakanlah, Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepada kalian, lalu kalian jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal (TQS Yunus : 59)

Dan janganlah kalian mengatakan terhadap apa yang disebut sebut oleh lidah kalian secara dusta, ini halal dan ini haram (TQS An-Nahl  : 116)

Mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah menghalalkan bagimu (TQS at-Tahrim :1)

Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan yang disembelih atas nama selain Allah (TQS. Al-Maidah : 32)

Kami haramkan segala binatang yang berkuku (TQS Al-An’am  :  146)

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai (TQS An-Nahl : 15)

Dari pemahaman terhadap dalil – dalil tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum asal benda adalah ibahah (boleh) selama tidak ada dalil yang mengharamkannya, sebagaimana dijelaskan dalam kaidah hukum syara’ :

Al aslu fi asya’ al ibahah  malam yaarid dalilu tahrimi (asal dari sesuatu/benda adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya).

Semoga dengan catatan yang singkat ini kita mulai bisa memahami tentang hukum perbuatan dan benda karena perbuatan dan benda ini sangat berkaitan, tatkala kita menjalankan bisnis.

Semoga Allah SWT memudahkan bisnis – bisnis kita, begitu juga yang baru berencana, sedang memulai, serta merintis bisnis. Aamiin ya Allah ya Robbal ‘alamiin.

Salam Sukses Berkah (SSB)

3 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *