Tanpa Televisi

Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna. Kata televisi merupakan gabungan dari kata tele (“jauh”) dari bahasa Yunani dan visio (penglihatan) dari bahasa latin sehingga televisi dapat diartikan sebagai alat komunikasi jarak jauh yang menggunakan media visual/penglihatan (www.wikipidiaorg).

Sebagai benda, maka keberadaan televisi merupakan madaniyah. Madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Adakalanya madaniyah bersifat khos (khusus) yang dipengaruhi oleh hadhoroh, seperti patung, maka ini tentu tidak boleh. (Hadhoroh adalah sekumpulan mafahim/ide yang dianut dan mempunyai fakta tentang kehidupan). Adakalanya hadhoroh itu bersifat universal, misalnya produk kemajuan sains dan teknologi/industri bersifat umum yang memiliki seluruh umat manusia tidak dimiliki oleh umat tertentu, maka yang demikian diperbolehkan dalam Islam. Oleh karena itu, memiliki televisi hukumnya adalah mubah.

Namun hari ini, televisi yang sesungguhnya bisa sangat bermanfaat dalam menopang kehidupan, misalnya untuk mendapatkan ilmu, mendapat informasi terupdate, sarana rihlah dengan berbagai ragam hiburannya yang ada di dalamnya. Namun, ternyata banyak juga konten-konten yang tidak bertanggung jawab hanya mengejar rating saja. Ini bisa jadi mengalihkan keyakinan (aqidah) anak-anak kita atau berkontribusi dalam merusak pola pikir dan pola sikap anak-anak kita yang berdampak pada rendahnya syakhsiyah islamiyah (kepribadian islami) anak-anak kita. Bahkan tidak hanya anak-anak, tetapi juga para orang tua. Tentu dibutuhkan perhatian khusus bagi anak-anak kita, tatkala harus melihat televisi. Demikian juga kepada pada orang tua harus benar-benar bisa memilih mana tayangan-tayangan yang layak dilihat dan mana tayangan-tayangan yang tidak layak atau tidak boleh sama sekali untuk dilihat.

Alhamdulillah setelah kami mendirikan Pondok Pesantren Baron pada 8 Juli 2012, kami sekeluarga punya komitmen yang kuat untuk meninggalkan televisi setahun kemudian. Salah satu hikmah yang kami rasakan ketika saya bersama-sama para pengurus lainnya saat mendirikan Pondok Pesantren Baron adalah tidak adanya televisi . Akhirnya pada tahun 2013 televisi tersebut ada tetapi tidak dinyalakan, kecuali pada musim liburan semester dan ramadhan. Alhamdulillah, saat ini televisi tersebut sudah tidak ada lagi di ruang keluarga kami. Berarti praktis kami tidak pernah lagi melihat tersebut di rumah kami.

Untuk memenuhi kebutuhan anak-anak, kami downloadkan hiburan bagi mereka yang bisa diputar baik di pc ataupun laptop yang mereka miliki. Ini hanya merupakan salah satu cara kami bagaimana menghindari konten-konten buruk dan tidak bertanggung jawab yang ditayangkan oleh televisi. Masih banyak cara yang bisa kita gunakan untuk itu, salah satunya dan ini yang terpenting adalah mengajarkan al-Quran, as sunnah, ijma, dan qiyas kepada anak-anak kita sehingga mereka memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami (syakhsiyah islamiyah). Hal itu bisa diterapkan dalam bentuk halqoh-halqoh dan disekolahkan, serta dipondokkan kepada lembaga yang memiliki komitmen yang kuat untuk menjadikan anak-anak kita memiliki syakhsiyah islamiyah tinggi yang kita harapkan bersama-sama oleh para orang tua.

Semoga Allah SWT memudahkan langkah-langkah kita sebagai orang tua untuk mengantarkan anak-anak kita untuk menjadi anak-anak yang sholih/sholihah, tidak hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang-orang yang ada di sekitarnya. Anak-anak yang mampu menjadi pejuang sekaligus penjaga agamanya, Islam. Aamiin.

Salam Sukses Berkah.

3 Comment(s)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *